Pesta Demokrasi Jangan Ganggu Ekonomi
channelrakyat - Euforia politik paska pemilihan kepala daerah
(pilkada) serentak serta menjelang tahapan pemilihan presiden (pilpres) dan
pemilu legislatif 2019 dihimbau agar jangan sampai menggangu kinerja
perekonomian nasional. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan di
tengah kondisi ekonomi yang masih bergejolak.
Pekan lalu, masyarakat di sejumlah daerah baru saja
mengikuti pilkada gubernur, wali kota dan bupati. Dari rangkaian hajatan
demokrasi ini, muncul kejutan-kejutan dengan terpilihnya figur pemimpin daerah
baru meski pengumuman resminya belum disampaikan oleh Komisi Pemilihan Umum
(KPU).
Setelah pilkada, rangkaian pesta demokrasi akan
berlanjut ke tahapan pilpres dan pileg 2019. Momentum ini akan diyakini bakal
menguras energi para politisi karena mereka harus mengamankan jagoan
masing-masing untuk berlaga tahun depan.
Kondisi ini yang sangat dikhawatirkan oleh para
kalangan pengusaha. Dimana mereka ingin pemerintah berperan dan ikut andil
dalam menjaga kondisi dan stabilitas dalam negeri kendati euforia politik yang
sekarang-sekarang ini semakin kentara. Maklum, dalam beberapa bulan terakhir
sejumlah indikatir ekonomi dalam negeri masih belum menunjukkan perbaikan yang signifikan.
Bisa dilihat dari nilai tukar rupiah yang kemarin
masih melemah dan kini berada di kisaran Rp14.331 per dolar Amerika Serikat
(AS) berasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) yang
dikutip dari situs resmi BI, kemarin. Pada akhir pekan lalu, Jumat (29/6), rupiah
bahkan sempat terpuruk di rekor terendah sejak 2015 lalu yakni di level
Rp14.404 per dolar AS.
Demikian juga dengan neraca perdagangan yang hingga
Mei lalu masih mengalami defisit USD2,83 miliar. Menurut data Badan Pusat
Statistik (BPS), di bulan kelima dan keempat 2018, neraca perdagangan Indonesia
berturut-turut mengalami defisit sebesar USD1,62 dan USD1,52 miliar. Selama lima bulan pertama di 2018, tercatat
hanya bulan Maret neraca perdagangan Indonesia membukukan kinerja positif yakni
sebesar USD1,12 miliar.
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia
(Hipmi) Bahlil Lahadalia mengakui, saat ini banyak pekerjaan rumah yang harus
segera diselesaikan di tengah kondisi global yang tak menentu. Dia
mencontohkan, kondisi nilai tukar rupiah terhadap dolar yang masih saja
melemah.
“Kalau dari sisi politik, kita maknai bahwa Pilkada
itu adalah proses yang harus dilalui secara nasional, sebab itu menjadi hak
masing-masing-masing-masing warga negara. Namun bicara ekonomi kita punya
banyak pekerjaan rumah, nilai tukar yang masih melemah, naiknya suku bunga ini
semua membutuhkan perhatian besar pemerintah,” ujarnya kepada KORAN SINDO di
Jakarta, kemarin.
Seperti diberitakan sebelumnya, pada pekan lalu BI
menaikkan suku bunga acuan BI 7 Day-Reverse Repo Rate sebesar 50 basis poin
(bps) menjadi 5,25%. Ini adalah kenaikan suku bunga acuan ketiga kalinya dalam
waktu sebulan setengah akibat terus melemahnya nilai tukar rupiah.
Sebelumnya, pada 17 Mei 2018, BI mengerek suku
bunga acuan dari semula 4,25% menjadi 4,50%. Selang dua pekan berikutnya,
tepatnya pada 30 Mei 2018, suku bunga acuan BI kembali dinaikkan menjadi 4,75%.
Bahlil menambahkan, melihat beberapa indikator
ekonomi yang melemah, pemerintah harus tetap konsisten bisa menjaga target
pertumbuhan ekonomi, serta asumsi makro lainnya termasuk nilai tukar terhadap
dolar dan inflasi sebagaimana tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) 2018. Menurutnya, dalam
kondisi apapun konsumsi masyarakat harus tetap berjalan karena merupakan bagian
utama penopang pertumbuhan.
Namun di sisi lain , kata dia, kenaikan suku bunga
acuan Bank Indonesia (BI) yang kini menjadi 5,25% akan memberikan pengaruh pada
harga pokok produksi di kalangan dunia usaha. “Makanya, stabilitas politik
harus tetap dijaga dan jangan gaduh. Tetap perhatikan sektor-sektor ekonomi
yang vital,” ujar Bahlil.
Dia menambahkan, kebijakan baru yang berkaitan
dengan suku bunga dan nilai tukar akan memberikan efek terhadap kenaikan barang
produksi. Sehingga, harus dibarengi dengan kebijakan lain atau intervensi yang
memudahkan kalangan usaha.
“Misalnya berikan insentif atau stimulus. Sebab
bagaimana pun konsumsi harus bergerak sektor riil juga bergerak dan ini bukan
tugas yang mudah,” pungkasnya.
Ketua Umum DPP Indonesia National Shipowner’s
Association (INSA) Carmelita Hartoto mengatakan, para pelaku usaha pelayaran nasional
mengharapkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang lebih stabil. Menurut
Carmelita, stabilitas nilai tukar rupiah tehadap dolar AS sangat dibutuhkan
para pelaku usaha nasional dalam rangka
menyusun kembali rencana bisnis perusahaan.
“Kami harap tentunya nilai tukar rupiah terhadap
dolar AS ini cepat stabil. Karena kita perlu menyesuaikan dan menata ulang
rencana bisnis jika terjadi fluktuasi nilai tukar mata uang,” katanya.
Menurutnya, fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap
dolar Amerika membuat perusahaan cukup berdampak pada beban biaya perusahaan.
Hal ini tidak lepas dari beberapa komponen beban perusahaan yang harus
dibayarkan dalam bentuk dolar AS.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani
mengatakan, pemerintah Indonesia mewaspadai dinamika kebijakan perdagangan
antara AS dan China yang ketegangannya diperkirakan akan berlanjut dalam jangka
waktu yang panjang.
"Indonesia perlu untuk mewaspadai bahwa
terjadi dinamika yang tinggi antara negara-negara Barat dan RRC. Dan itu
dampaknya menimbulkan `spillover`," kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani menyampaikan bahwa gejolak tersebut
akan membuat beberapa indikator mengalami pergerakan dan bisa menimbulkan
tekanan ke pertumbuhan ekonomi.
"Kita dihadapkan suasana global yang bergerak.
Memang dampaknya dengan suku bunga acuan (BI) naik, mungkin pertumbuhan ekonomi
akan tertekan itu tidak bisa dihindari," ucap Sri Mulyani.
Lebih lanjut, dia menjelaskan situasi dunia saat
ini mengalami kondisi normal baru (new normal) di mana tingkat suku bunga
meningkat, adanya ketidakpastian karena perang tarif, serta perubahan harga
minyak. Menurutnya, penyesuaian akibat membaiknya perekonomian di AS masih akan
terus berlangsung, dan reaksi dari negara-negara lain yang terpengaruh
kebijakan AS di bidang perdagangan juga sedang dimulai.
Sri Mulyani mengatakan pemerintah akan mencoba
melakukan bauran kebijakan untuk mengisi kebijakan suku bunga dan relaksasi
kredit oleh Bank Indonesia (BI).
"Kami lakukan di fiskal melalui insentif, pajak, dan juga sisi
belanja. Tujuannya adalah untuk mengurangi tekanan di perekonomian kita,"
ujar dia.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini M
Soemarno mengatakan, perusahaan pelat merah telah bersiap untuk mengantisipasi
pelemahan nilai tukar rupiah. Pihaknya telah menyiapkan langkah untuk hadapi
dengan baik dan semua sudah diantisipasi seperti sebagian BUMN yang telah
melakukan lindung nilai (hedging).
Perlu Pendelegasian
Pengamat ekonomi dari Institute for Development of
Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, hal paling krusial
ketika tokoh pemerintah menghadapi Pemilu adalah pendelegasian tugas kepada
bawahannya yang harus dilakukan secara jelas dan terkoordinasi.
Menurutnya, tahun politik termasuk periode yang
riskan dan bisa berpotensi menggangu target pertumbuhan yang dicanangkan
pemerintah di kisaran 5,4%. “Belum lagi
dari sisi sosial ingin menekan kemiskinan di bawah 10%,” ujar dia.
Bhima menambahkan, jajaran pemerintahan di Kabinet
Presiden Jokowi – Jusuf Kalla hendaknya membuktikan bahwa mereka tetap
menunjukkan teladan dan profesionalisme dalam tupoksinya.
“Jika gagal mencapai target taruhannya adalah
kepercayaan masyarakat akan gerus elektabilitas pemerintah yang berkuasa,” ujar
Bhima.
Di bagian lain, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Bambang Soesatyo mengingatkan agar BI tidak menyepelekan kenaikan suku bunga
oleh Bank Central Amerika (The Federal Reserve/The Fed). Meski pelemahan nilai
tukar rupiah belum menimbulkan kepanikan di pasar, namun BI dimintanya
melakukan langkah yang tak biasa agar rupiah tak tekena imbas lebih jauh dari
sentimen eksternal.
"Sampai kapan kita terus dihantui kenaikan
suku bunga The Fed? Di masa ekonomi global yang tak pasti ini, tidak ada
jaminan The Fed tidak akan menaikan suku bunganya kembali. Kita harus bersiap
diri dengan menguatkan ekonomi rakyat, seperti sektor pariwisata dan UMKM yang
dapat membentengi kita dari ancaman ekonomi global," ucap Bambang Soesatyo
saat menerima Gubernur BI Perry Warjiyo dan jajaran Dewan Gubernur BI di ruang
kerja Ketua DPR, di Jakarta, kemarin.
Politisi Golkar yang akrab disapa Bamsoet ini
menegaskan, situasi perlambatan ekonomi Indonesia yang disebabkan gonjang ganjing
ekonomi dunia, terutama dengan adanya perang dagang Amerika dengan China, tidak
hanya harus direspons oleh BI melalui kebijakan moneter saja. Tetapi, juga
harus didorong oleh kebijakan fiskal yang dijalankan pemerintah.
Komentar
Posting Komentar